Outlined Text Generator at TextSpace.net
Elephant Traffic
1,000 Backlinks - $9.99
Tampilkan postingan dengan label Anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Anak. Tampilkan semua postingan

Inilah Manfaat Musik Untuk Perkembangan Anak

Written By pepz32 on Rabu, 02 November 2011 | 03.25




Selama periode bayi hingga usia sekolah, usahakan anak mendapat stimulasi bernuansa musikal. Mengapa?
Karena irama dan timbre (warna musik) mendorong anak melakukan gerakan
yang akan memengaruhi perkembangan motoriknya secara menyeluruh. Apa
saja manfaat musik lainnya?

- Stimulasi ingatan

Jika
pernah mendengar musik tertentu di masa lampau, orang akan
mengasosiasikan musik dengan pengalaman masa lampaunya. Artinya, musik
berfungsi sebagai stimulus pembangkit ingatan ke masa lalu. Tak hanya
membangkitkan pengalaman obyektifnya, tapi juga pengalaman subyektifnya
(perasaan ketika mengalami hal tersebut).

- Membangkitkan rasa nyaman

Jika
kita memperdengarkan musik lembut menjelang anak tidur, ia akan merasa
nyaman di peraduan. Biasanya musik-musik tersebut berada pada tempo
adagio, andante, moderato, yang tidak jauh dari ritme nadi atau detak
jantung dalam hitungan 1 ketuk per detik, sedikit lebih cepat, sedikit
lebih lambat. Bukan menggunakan tempo lento yang amat lambat atau presto
yang amat cepat.

- Efek hipnotik

Irama musik
memberi dampak membuai. Ini disebut hypnotic effect (kesan hipnotik).
Buktinya, ketika mendengar musik seseorang cenderung mengentak tangan
atau kaki atau mengikuti senandung musiknya.

- Menghibur

Musik
bertujuan menghibur (dari kata muse). Musik menghibur di kala suka dan
duka. Musik juga menghibur anak-anak. Jadi, hanya dengan mendengarkan
musik yang disukai, seseorang sudah merasa terhibur.

Jika
individu berada dalam atmosfer yang disukai, atmosfer yang menyenangkan,
maka ia akan merasa lebih nyaman, dan rasa nyaman akan memberi dampak
positif pada individu dalam melakukan kegiatannya. Kondisi ini membuat
anak mudah menyerap, mengolah, dan menyimpan ilmu maupun stimulus.



03.25 | 0 komentar | Read More

8 Alasan Mengapa Orang Tua Tidak Boleh Memukul Anak

Written By pepz32 on Selasa, 01 November 2011 | 05.36







Di 29 negara, kekerasan
terhadap anak yang dilakukan orang dewasa adalah sebuah perbuatan
melanggar hukum. Di 113 negara, sekolah juga dilarang memberikan hukuman
dengan memukul.





Meskipun saat ini sudah
jarang terjadi, tetap masih ada saja orangtua yang memukul jika anaknya
membuat kesal. Padahal tindakan itu sebaiknya dihindari karena bisa
berefek buruk pada anak.





Dikutip dari Natural Growth,
Dr. Peter Newell, koordinator organisasi End of Punidshment of Children
mengatakan, semua orang berhak mendapat perlindungan atas kebebasan
fisik mereka, anak-anak termasuk orang yang berhak itu. Selama beberapa
tahun terakhir ini pun, cukup banyak psikolog dan sosiolog yang
merekomendasikan agar orangtua tidak memukul saat anak melakukan hal
yang tidak baik atau mengesalkan.





Berikut ini 8 alasan kenapa Anda sebaiknya tidak memukul anak:





1. Memukul anak malah
mengajarkan mereka untuk menjadi orang yang suka memukul. Cukup banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa anak yang sering dipukul memiliki
perilaku agresif dan menyimpang saat mereka remaja dan dewasa.





Anak-anak secara alami
belajar bagaimana harus bersikap melalui pengamatan dan meniru orangtua
mereka. Makanya jika Anda suka memukul, saat dewasa nanti, mereka pun
akan menganggap apa yang Anda lakukan itu memang boleh dilakoni.





2. Anak-anak berperilaku
tidak baik biasanya karena orangtuanya atau orang yang mengasuhnya
melupakan kebutuhannya. Kebutuhan itu di antaranya, tidur yang cukup,
makanan bernutrisi, udara segar dan kebebasan mengeksperikan diri untuk
bereksplorasi.





Orangtua terkadang melupakan
kebutuhan anak tersebut karena terlalu sibuk dengan urusan mereka
sendiri. Ditambah lagi stres yang melanda membuat orangtua jadi cepat
emosi saat anak mulai menunjukkan sikap tidak baiknya.





Sangat tidak adil jika
akhirnya si anak dipukul hanya karena sikap tidak baiknya yang awalnya
sebenarnya adalah kesalahan orangtua.





3. Hukuman malah membuat
anak tidak belajar bagaimana seharusnya menyelesaikan konflik dengan
cara yang efektif dan lebih manusiawi. Anak yang dihukum jadi memendam
perasaan marah dan dendam. Anak yang dipukul orangtuanya pun jadi tidak
bisa belajar bagaimana menghadapi situasi yang serupa di masa depan.





4. Hukuman untuk anak dengan
kekerasan bisa mengganggu ikatan antara orangtua dan anak. Ikatan yang
kuat seharusnya didasari atas cinta dan saling menghargai.





Jika Anda memukul anak, dan
si anak kemudian menuruti perkataan Anda, apa yang dilakukannya itu
hanya karena dia takut. Sikap itu pun tidak akan bertahan lama karena
pada akhirnya anak akan memberontak lagi.





5. Anak yang mudah marah dan
frustasi tidaklah terbentuk dari dalam dirinya. Kemarahan tersebut
sudah terakumulasi sejak lama, sejak orangtuanya mulai memberinya
hukuman dengan kekerasan.





Hukuman itu memang pada
awalnya sukses membuat anak bersikap baik. Namun, saat si anak beranjak
remaja dan menjadi dewasa, hukuman itu malah menjadi buah simalakama.





6. Anak yang dipukul di
bagian sensitifnya, bisa membuat anak mengasosiasikan hal itu antara
rasa sakit dan kenikmatan seksual. Pemikiran tersebut akan berdampak
buruk, terutama jika anak tidak mendapat banyak perhatian dari
orangtuanya, kecuali hanya saat dihukum.





Anak yang mengalami hal
tersebut akan tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri. Mereka
percaya, mereka tidak layak mendapatkan hal yang lebih baik.





7. Hukuman fisik bisa
membuat anak menangkap pesan yang salah yaitu 'tindakan itu dibenarkan'.
Mereka merasa memukul orang lain yang lebih kecil dari mereka dan
kurang memiliki kekuatan, memang boleh.





Saat dewasa, anak ini akan
tumbuh menjadi orang yang kurang memiliki kasih sayang pada orang lain
dan takut pada orang yang lebih kuat dari mereka.





8. Berkaca dari orangtuanya
yang suka memukul, anak belajar kalau memukul merupakan cara yang bisa
dilakukan untuk mengeksperikan perasaan dan menyelesaikan masalah. Oleh
karena itu, sungguh memukul anak bukanlah cara yang tepat untuk mendidik
mereka atau membuat mereka jadi orang yang lebih baik.


05.36 | 0 komentar | Read More

Ngompol Bikin Cerdas?

Written By pepz32 on Senin, 31 Oktober 2011 | 19.06



Sewaktu masih punya bayi, sempat juga terpikir untuk menyingkirkan popok kain. Buat ibu yang masih belum fit setelah bersalin, popok sekali pakai untuk si kecil amatlah membantu. Cucian jadi tidak menumpuk terlalu tinggi, mengganti popok tak mesti dilakukan setiap kali si bayi pipis, dan kenyamanan tidur kita serta bayi pun nyaris tanpa gangguan.



Namun saya berpikir lagi soal biaya. Kalau dihitung-hitung, sayang juga uang ratusan ribu habis setiap bulan hanya untuk menampung kotoran si kecil. Ah, beginilah kalau seorang ibu berhitung anggaran belanja; kesimpulannya, popok kain jelas lebih ekonomis. Saya capek bolak-balik mengganti popok bayi yang basah, apalagi di malam hari karena sepulang bekerja saya sudah lelah dan ngantuk sekali... belum lagi urusan nyuci dan nyetrika baju si kecil..., ya enggak apa-apa deh sebagian gaji saya dan suami habis untuk beli pospak. Yang penting kami dan si bayi sama-sama nyaman.



Untungnya, kesimpulan itu tidak membuat saya berhenti berpikir soal dampak pemakaian pospak 24 jam. Rasanya ada yang kurang kalau bayi tidak kenal popok kain sama sekali. Seperti ada yang hilang dari dunianya yang serbabaru. Tapi apakah yang hilang itu? Saya mencoba mencari jawaban. Lalu saya sampai pada sebuah pertanyaan, "Apa jadinya kalau bayi tidak pernah sadar dirinya ngompol?"





KESEMPATAN BELAJAR

Benar saja, seorang psikolog perkembangan yang saya temui mengatakan, kalau bayi tidak merasa mengompol karena selalu pakai pospak, ia jadi kehilangan kesempatan belajar kenal tanda-tanda mau buang air kecil (BAK) dan keinginan untuk mengendalikannya hingga tiba di tempat yang semestinya, yakni toilet.



Kita sama-sama tahu, bayi mungil belum memiliki kemampuan mengontrol pembuangannya, baik pipis maupun pup. Kemampuan mengontrol buang air besar (BAB), rata-rata dimulai pada usia 6 bulan. Sedangkan kemampuan mengontrol BAK berkisar antara 15-16 bulan. Umumnya bayi yang berusia kurang dari 6 bulan akan BAK setiap 1-2 jam sekali. Memasuki usia 6 bulan ke atas, frekuensi tersebut mulai berkurang.



Sayangnya, tak semua orangtua menyadari bahwa mengompol pada bayi memberikan banyak manfaat untuk tumbuh kembangnya kelak. Tak perlu khawatir bahwa mengompol akan mengganggu tidur si bayi, karena umumnya setelah diganti popok dan alasnya, ia akan tertidur kembali.



Pada masa tidur itulah tubuhnya aktif memperbaiki sel-sel otak yang rusak dan memproduksi sekitar 75% hormon pertumbuhan. Namun patut diingat, umumnya bayi tidak memiliki masalah tidur, ia bisa cepat tertidur pulas kembali setelah ngompol.





RASA PERCAYA

Apa saja yang dipelajari bayi ketika popok atau celananya basah? Karena merasa tidak nyaman, tentu si bayi menangis mengungkapkan perasaannya. Eh ternyata tangisannya membuat orang-orang memberikan respons yang baik, yakni membersihkan dan mengeringkan kulitnya, mengganti popoknya yang basah, dan menukar alas tempat tidurnya dengan yang wangi. Alhasil, tumbuh kepercayaan dalam diri bayi bahwa ia disayang dan diterima oleh lingkungan. Terbukti, orang-orang yang ada di sekitarnya selalu bersedia membantu dan membuatnya merasa nyaman. Nah, stimulasi inilah yang mampu menumbuhkan rasa percaya dalam dirinya kelak.



Selanjutnya rasa percaya ini akan berkaitan dengan kemampuan dirinya dalam mengendalikan "dunia". Maksudnya, setelah besar, ia akan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan mana pun karena dirinya memiliki pengalaman yang menyenangkan semasa bayi, yakni diterima dan disayangi. Niscaya ia pun akan berusaha menerima orang lain dan menyesuaikan diri di mana pun berada.




LEBIH PEKA

Selain menumbuhkan rasa percaya terhadap orang lain, dengan mengompol bayi juga mengembangkan kemampuannya memahami sesuatu. Persepsi pertama si bayi diperoleh melalui penjelasan sensorik; bayi memandang, meraba, mencium bau, dan mengecap semua objek yang dapat dijangkaunya.



Demikian pula dengan mengompol, saat air kencing mem-basahi popoknya, ia akan memusatkan perhatiannya pada air yang membasahi popoknya. Kulit di sekitar paha dan kelaminnya merasakan bahwa air kencing yang dikeluarkan terasa hangat kemudian dingin, selanjutnya terasa basah dan tidak nyaman.



Serangkaian tahapan mengom-pol itu mengajarkan kepada si bayi untuk menafsirkan pengalaman yang baru dialaminya. Basah di wilayah kemaluan dan paha rasanya sangat tidak nyaman. Si bayi lalu menunjukkan ketidaknyamanan itu dengan mengangkat kakinya atau menangis, dan tentunya akan mendapat tanggapan dari orang-orang yang ada di sekitarnya dengan mengganti popok yang dipakainya.



Bayi memulai kehidupan tanpa mengerti segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Bayi memperoleh pengertian mengenai apa yang diamatinya melalui pengalaman dan ini juga bergantung pada tingkat kecerdasan si bayi. Melalui pengalaman mengompol itulah, bayi belajar tentang konsep basah, hangat, dan tidak nyaman. Pada saat inilah kepekaan bayi terasah, yang selanjutnya dinyatakan dalam sebuah reaksi yakni mengangkat kakinya atau menangis. Secara tak langsung pula bayi sudah mempelajari sebuah hubungan sebab akibat; bila ia mengompol, agar popok atau celananya diganti maka ia harus menangis untuk mencari per-hatian orang-orang di sekitarnya.




CERDAS EMOSI

Kegiatan mengompol juga dapat menjadi sarana mengembangkan atau menumbuhkan kecerdasan emosi bayi. Ini dapat terjadi bila ada interaksi dengan lingkungan. Maksudnya, saat bayi mengompol, hendaknya kita juga memberikan reaksi berupa ajakan bercakap-cakap. Misal, "Oh, Adek ngompol ya. Ndak enak ya Dek kalau basah. Ayo, Mama ganti dulu popoknya." Dengan begitu, bayi makin paham bahwa memang basah itu tidak enak dari reaksi yang kita katakan berikut tindakan mengganti popoknya.



Sebaliknya, tujuan mengem-bangkan atau menumbuhkan kecerdasan emosi ini tidak akan tercapai bila si bayi tidak mendapatkan reaksi dari orang-orang di sekitarnya. Umpama, tetap di-biarkan basah dan tidak digantikan popoknya, sehingga si bayi menganggap kegiatan mengompol yang baru dialaminya sebagai sesuatu yang biasa saja.



Nah, itulah penjelasan yang membuat saya yakin, bahwa popok dan celana kain ternyata tak perlu disingkirkan. Di rumah, saya tetap memberi kesempatan kepada si kecil untuk ngompol. Barulah kala bepergian dengan-nya, seperti ke dokter atau di perjalanan menuju ke rumah eyangnya, saya mengandalkan si penolong yang praktis: tisu basah dan popok sekali pakai yang antibocor. Sesekali pakai pospak tidak mengapa, kok. Toh, itu tidak menghilangkan kesempatannya belajar dari si ompol. Yang jelas saya jadi lega, ter-nyata kerepotan bolak-balik ganti popok ada gunanya.




GANGGU TIDUR?

Selama tahun pertama, kebutuhan akan tidur malam pada bayi rata-rata meningkat dari 8 1/2 jam pada 3 minggu pertama menjadi 10 jam pada 12 minggu pertama dan selanjutnya tetap konstan selama sisa tahun tersebut. Seperti yang dikutip dari Psikologi Perkembangan karya Elizabeth B. Hurlock, sepanjang tahun pertama, siklus bangun-tidur selama kira-kira satu jam terjadi baik pada waktu tidur siang maupun malam, dengan tidur lelap hanya kira-kira 23 menit. Jadi, mengganti popok dan membersihkan alas tidur yang hanya memakan waktu 5-10 menit tidak akan mengganggu kualitas



Masalah anak suka ngompol sebenarnya kita kembalikan ke diri kita masing-masing sebagai orang tua apakah sudah memberikan efforts lebih utk melatih BAK/BAB, yaitu:

"Apakah kita mau tengah malam yang lagi ngantuk-ngantuknya bangun trus kita pipisin anak-anak? dan membiasakan mereka untuk tidak pipis sembarangan?"



Sebenarnya kalau kita jujur dg diri sendiri, kadang kitanya yang malas dan kuatir kalau anak kita sering ngompol di celana, apalagi kalau pergi, misalnya ke mal yang kalau mereka mau pipis kita udah kelabakan takut mereka ngompol sebelum sampai di toilet yang mungkin jaraknya jauh, hal itu membuat kita selalu protect anak-anak kita dengan diapers.
19.06 | 0 komentar | Read More

Tips Agar Anak Cepat Ngomong

Written By pepz32 on Jumat, 28 Oktober 2011 | 02.01





Quote:








Quote:








Quote:







1. dia harus memahami banyak kata.

Ini
bisa dicapai lewat mengajaknya mengobrol, membacakan dongeng,
menceritakan apa yang sedang Anda lakukan, dll. Usahakan anak melihat
benda kongkritnya agar betul-betul �nyambung� dengan kata-kata yang
diucapkan. Katakan dengan kalimat yang jelas, dengan cara bicara seperti
kita bicara pada orang dewasa lain namun dengan kata-kata yang
sederhana, jangan �baby talk�. Lebih baik Ayah katakan, �Yuk, kita main
bola di luar rumah saja, kalau di dalam, nanti gelasnya tersenggol,�
daripada, �Main boya keyua yuk, bial geyas gak kecenggol.� Boleh
sesekali �mengetes� anak, misalnya meminta anak melakukan sesuatu,
apakah dia mengerti atau tidak. Semakin banyak yang dia pahami
instruksinya, artinya dia sudah semakin siap untuk bicara.





Quote:







2. Setelah memahami, tentu saja dia harus mulai mencoba.

Cara
utamanya adalah meminta anak mengatakan sebelum ia mendapat apa yang
dia mau. Misalnya kita menyembunyikan bolanya, lalu anak ingin minta,
anak diminta dulu bilang �bola�, baru kalau sudah berusaha bilang, nanti
kita beri bolanya. Mungkin di awal usahanya adalah �la� atau �boa�, tak
apa. Nantinya kalau sudah cukup jago, anak boleh dituntut berikan
kalimat lebih panjang, misalnya, �Yah, bola dong,� atau, �Ayah, minta
tolong dong ambilkan bola yang di atas lemari itu.�





Quote:







3. Makanan perlu dicek juga.

Kalau
dia sudah makan makanan padat sesuai umurnya (harusnya sekarang sudah
bisa nasi dan lauk pauk keluarga, tidak ada lagi yang perlu dihaluskan),
otot bicaranya sudah lebih terlatih. Latihan lain yang bisa dilakukan
adalah belajar meniup balon dari air busa, meniup lilin, meniup gulungan
tisu, menyedot dengan sedotan yang berliku2, dll. Ini semua untuk
menstimulasi otot bicaranya.





Quote:









4. Bertanya pada bayi




Ajukan selalu pertanyaan pada bayi atau anak mengenai banyak hal. Misalnya, "Kenapa menangis?", atau "Adik mau biskuit?".





Quote:









5. Mengomentari perasaan bayi




Jangan segan untuk mengomentari perasaan anak, baik saat dia gembira
ataupun rewel. Misalnya, "Adik suka mainan baru ya?" atau "Wah, kok
rewel, kepanasan ya, sayang?"





Quote:







6. Mengomentari keadaan buah hati

Komentar
positif akan sangat membantu merangsang abak untuk bisa cepat bicara.
Komentar Anda seperti pelajaran bagi anak. Anda bisa melontarkan
komentar saat ia mengenakan pakaian baru atau berhasil menghabiskan
makanannya.





Quote:







7. Bercerita

Anda bisa bercerita
tentang benda di sekitar pada anak atau pun mendongeng menggunakan buku
cerita penuh warna. Anak akan menyerap kata-kata baru dan perbendaharaan
katanya bertambah.





Quote:







8. Mengomentari perilaku si kecil

Saat si kecil mulai berdiri atau belajar duduk, berikanlah komentar
positif. Dengan begitu ia akan termotivasi untuk berkomunikasi dengan
Anda lebih intensif.









02.01 | 0 komentar | Read More

10 Cara Memiliki Anak Kembar

Written By pepz32 on Kamis, 27 Oktober 2011 | 23.32




Bagi beberapa orang, memiliki anak kembar dianggap sangat menyenangkan.
Tetapi sesungguhnya di balik itu semua terdapat kesulitan terutama dalam
membesarkan dan mengasuh di kemudian hari. Yang sudah pasti adalah
bahwa mereka tentu akan membutuhkan perhatian lebih termasuk
mempersiapkan dukungan finansial bagi perkembangan mereka.

Berikut beberapa cara yang mungkin dapat dilakukan untuk memperoleh anak kembar dua, tiga atau lebih:

1. Sejarah keluarga

Apakah
dalam keluarga anda terdapat sejarah kelahiran kembar? Ibu anda,
saudara kandung, paman, sepupu dengan kelahiran kembar? Jika ia anda
bisa berharap anda dapat melahirkan pasangan kembar tanpa perlu usaha
lebih keras. Terkadang pasangan kembar dapat terjadi secara
turun-temurun. Jika ibu anda atau garis ibu ke atas memiliki sejarah
kelahiran kembar, maka anda akan memiliki gen dengan kecenderungan
hiperovulasi yaitu pelepasan sel telur secara berlebihan yang akan
meningkatkan kemungkinan mengandung anak kembar.

2. Gemuk dan tambah berat badan

Penelitian
terakhir yang dimuat dalam American College of Obstetrics and
Gynecology menunjukkan hubungan yang erat antara kecenderungan kelahiran
kembar dengan naiknya kasus obesitas. Selanjutnya penelitian tersebut
menunjukkan bahwa ibu dengan BMI (Body Mass Index) lebih dari 30 akan
mempunya peluang lebih mengandung anak kembar. Sekali lagi statistik ini
hanya terjadi pada pasangan dengan sejarah kelahiran kembar. Peneliti
juga mengungkapkan bahwa wanita dengan berat di atas rata-rata akan
memiliki kecenderungan mengandung anak kembar.

3. Tunggu sampai usia lebih tua

Maksudnya
adalah bahwa wanita yang berusia lebih tua akan memiliki kemungkinan
lebih besar memiliki anak kembar dibanding wanita yang lebih muda.
Diperkirakan ini sebagai akibat ovulasi yang makin cepat sesuai umur
biologis yang bergerak makin cepat. 17 persen ibu dengan usia di atas 45
tahun memiliki peluang mengandung anak kembar. Tungu lima tahun lagi
maka peluangnya akan menjadi 1 banding 9. Tetapi bagaimanapun juga
mengandung pada usia tua akan meningkatkan resiko termasuk resiko
keguguran dan meningkatnya kadar gula selama kehamilan. Sebagai tambahan
bayi akan lebih banyak kemungkinan mengalami kelainan kromosom.

4. Makin banyak kembar

Sekali
anda mengandung kembar, maka pada kehamilan berikut anda akan memiliki
kemungkinan mengandung bayi kembar lebih besar. Sebagai perkiraan ibu
bayi kembar akan memiliki kemungkinan empat kali lipat mengandung kembar
pada kehamilan berikutnya dibanding yang belum pernah mengandung.

5. Diet: ubi dan susu

Memang
belum terbukti secara medis, tetapi pada etnis Yoruba di Afrika Barat
terbukti dengan kelahiran kembar tertinggi di seluruh dunia. Diketahui
bahwa pada jenis ubi-ubian seperti ubi dan kentang mengandung zat kimia
yang mampu memicu terjadinya hiperovulasi. Sebagai tambahan bahwa
penelitian tahun 2006 pada wanita ang mengkonsumsi susu lebih banyak
akan memiliki kemungkinan mengandung anak kembar.

6. Ke Dokter Spesialis Fertilitas

Teknologi
reproduksi berkembang sangat pesat yang memungkinkan kelahiran kembar
lebih tinggi. Obat tertentu dapat menstimulasi ovulasi, tetapi kehamilan
kembar juga dapat dilakukan dengan cara sistim bayi tabung. Sistim ini
tidak hanya mencangkokkan embrio pada ibu tetapi juga mempertinggi hal
yang tidak bisa dijelaskan seperti jumlah calon bayi nantinya. Tak
satupun dokter yang dapat memberi kepastian keberhasilannya, tetapi
membantu memberi solusi yang mungkin.

7. Keluarga besar

Makin
banyak anak yang anda miliki makin mungkin anda mengalami kehamilan
kembar. Tak seorangpun mengetahui dibutuhkan berapa kali hamil sehingga
ibu dapat mengandung kembar. Coba terus sampai berhasil, meungkin itu
kata yang lebih tepat.

8. Mengandung saat menyusui

Banyak yang
beranggapan bahwa wanita tidak bisa hamil ketika masih dalam masa
menyusui, tetapi proses laktasi menjaga ibu tetap berovulasi dan
mengalami menstruasi. Beberapa peneliti mendukung teori ini yang
memeungkinkan kehamilan kembar meningkat saat masa menyusui.

9. Mengandung saat menggunakan kontrasepsi pil
Mengatur
kehamilan dengan konsumsi pil sangat efektif sampai 99,9 persen. Tetapi
0,01 persennya adalah kemungkinan kehamilan kembar. Beberapa kehamilan
masa konsumsi pil kontrasepsi terjadi karena kurang konsisten dalam
mengkonsumsi pil tersebut, sehingga ketidakteraturan tersebut akan
memicu perilaku hormon yang berubah-ubah yang dapat mengakibatkan
hiperovulasi.

10. Mujur saja

Banyak ibu bayi kembar yang tidak
cocok dengan kriteria klasik di atas, maka berdoa saja. Kembar identik
(monozigot twin) adalah sesuatu yang misterius; tak seorangpun mampu
meramalkan bahwa sel telur akan memecahkan diri menjadi janin kembar.


23.32 | 0 komentar | Read More

Haruskah Si Kecil Dihukum Karena Berbuat Nakal?

Written By pepz32 on Kamis, 20 Oktober 2011 | 17.11





Perilaku anak terkadang membuat orangtua jengkel, terutama jika sikapnya sudah benar-benar tidak bisa ditolerir, seperti memukul temannya. Apa yang harus orangtua lakukan? Haruskah anak dihukum?



Memberikan hukuman terutama hukuman fisik, seperti memukulnya sangat tidak dianjurkan. Pada anak yang berusia 1-2 tahun, mereka belum memahami arti pukulan Anda tersebut. Anak hanya paham kalau pukulan tersebut membuatnya sakit.



Memukul juga bisa berefek buruk pada anak di masa depan. Ingatlah anak belajar dari orangtuanya. Jadi pastikan Anda menjadi contoh yang baik untuk mereka. Sebelum menghukum anak, kalau memang Anda perlu melakukannya, ada beberapa hal yang perlu Anda pertimbangkan. Coba tanyakan pada diri sendiri beberapa pertanyaan di bawah ini:



1. Apakah dia sudah tahu kesalahannya?

2. Perlukah dilakukan tindakan yang bisa membuatnya jera?

3. Apakah anak mungkin akan melakukannya lagi?

4. Apakah anak mengerti kalau tindakannya itu tidak baik?



Setelah tahu jawabannya dan Anda merasa memang anak perlu dihukum, ada beberapa cara yang bisa Anda lakukan. Cara-cara tersebut di antaranya dengan menggunakan timeout, memberi contoh yang baik, tidak lagi memberinya hadiah atau pujian dan membuatnya paham kalau ada konsekuensi dari tindakannya tersebut.



Sebagai contoh, saat anak diketahui memukul temannya, beritahu padanya kalau tindakannya itu tidak baik. Agar anak jera, Anda bisa menghukumnya dengan tidak mengizinkan anak memainkan mainan favoritnya atau makan makanan kesukaannya. Usahakan anak paham kalau apa yang Anda lakukan itu adalah konsekuensi dari perbutannya. Jangan lupa untuk memberinya pelukan setelah dia mulai tenang. Cara ini Anda harus lakukan agar si kecil tidak merasa Anda tak menyayanginya.



Sebagai orangtua, usahakan Anda memang sudah memberitahu anak soal berbagai 'aturan' yang harus ditaatinya dan apa konsekuensi jika dia tidak mengikuti aturan tersebut. Misalnya saat Anda mengetahui anak tiba-tiba menggunakan krayon atau spidolnya untuk mewarnai tembok rumah, katakan pada mereka kalau hal itu sebenarnya tidak boleh dilakukan.



Jelaskan padanya apa yang akan ia dapat jika tindakan tersebut diulanginya lagi. Contohnya, anak tidak boleh memakai crayon untuk beberapa hari atau dia harus membantu membersihkan tembok. Kalau anak masih mengulangi perbuataannya, ingatkan lagi kalau krayon sebaiknya digunakan di buku gambar atau di atas kertas, lalu laksanakan 'hukuman' yang sebelumnya sudah Anda bicarakan dengannya.

sumber
17.11 | 0 komentar | Read More

5 Tips Menahan Emosi Saat Memarahi Anak

Written By pepz32 on Rabu, 19 Oktober 2011 | 17.31

Terkadang, anak-anak bisa melakukan hal-hal yang membuat orang tuanya marah. Kenakalan anak sangat wajar terjadi, apalagi di usia menginjak bangku taman kanan-kanak atau sekolah dasar. Marah atau kesal karena kenakalan anak memang tidak dilarang. Tapi jangan meluapkannya dengan membentak atau memarahi anak dengan nada tinggi dan kasar, bahkan kekerasan fisik sekalipun.






Ada beberapa strategi untuk mengatasi kemarahan pada anak :



1. Saat anak mulai mengesalkan dan membuat marah, tariklah nafas dalam-dalam secara perlahan. Tindakan ini akan mencegah Anda berkata kasar atau membentak si anak. Ulangi beberapa kali sampai perasaan sedikit tenang, sebelum Anda mengatakan atau berbuat apapun. Setelah tenang, otak pun akan berpikir lebih jernih sehingga Anda bisa mengontrol apa yang akan Anda bicarakan nantinya.



2. Ketika amarah mulai memuncak, memang sulit mengontrol diri. Tapi ingat, Anda sedang berhadapan dengan anak Anda sendiri. Cobalah pikirkan sifat-sifat positif yang ada pada diri si anak. Bayangkan bagaimana lucunya dia saat mulai belajar merangkak atau saat dia tertawa polos ketika Anda ingin memotretnya. Mengingat hal-hal baik dari anak, akan membantu Anda meredakan kemarahan dan bertindak lebih terkontrol.



3. Setelah berhasil mengontrol diri, ajak anak Anda bicara dari hati ke hati. Dalam hal ini, bertindaklah seperti teman. Posisikan tubuh Anda sejajar dengan tinggi badannya, tatap mata lalu bicara dengan nada pelan. Tanyakan kenapa dia berbuat sesuatu yang membuat Anda marah, apa yang diinginkannya. Sebaliknya, jangan menyuruhnya harus begini atau begitu.



4. Belajarlah lebih sensitif terhadap perasaan anak. Ketahui apa yang ditakutinya, keinginan, ketertarikan dan apa yang tidak disukainya. Dengan memahami anak, maka Anda bisa menyikapi masalah sesuai sudut pandang si anak.



5. Jika memang rasa marah seperti tidak bisa ditahan lagi, pergilah sebentar sebelum memulai pembicaraan dengan anak. Tinggalkan dia ke ruangan lain, jernihkan pikiran sebentar. Setelah lebih tenang, Anda bisa berkomunikasi lagi dengan anak Anda.

sumber
17.31 | 0 komentar | Read More
free counters