Outlined Text Generator at TextSpace.net
Elephant Traffic
1,000 Backlinks - $9.99

Kisah Pilu Gadis Cantik Yang Menjadi Algojo Khadafi, Membunuh dan Diperkosa

Written By pepz32 on Kamis, 01 September 2011 | 05.10


Nisreen terus meringkuk di balik selimut. Mata cokelatnya menatap
kosong. Bicaranya pun terbata-bata. Raut wajahnya memperlihatkan emosi
yang sangat kacau. Gadis 19 tahun itu tak bisa menyembunyikan trauma
atas pengalamannya menjadi algojo semasa rezim Muammar Khadafi di Libya.



 �Salah satu dari mereka memiliki rambut wajah seperti ini (membuat
bentuk jenggot di sekitar mulutnya),� katanya mengingat wajah seorang
pria muda yang ia tembak mati. Sebagai anggota pasukan algolo, Nisreen
telah membunuh sedikitnya 11 orang tahanan rezim Khadafi. �Setiap
eksekusi, ada seseorang di kedua sisi saya dan satu belakang. Mereka
mengatakan jika saya tidak menembak, mereka yang akan menembak saya.�



Dalam kondisi terancam, Nisreen merasa tak punya pilihan lain selain
mengarahkan pistol ke sasaran dan menarik pelatuk pistol dalam
genggamannya. �Setiap kali menembak, aku akan memutar kepalaku menjauh.
Tak lama kemudian, aku melihat darah menetes dan terus mengalir
membasahi lantai,� katanya terbata-bata.



Menjadi pasukan algojo bukan pilihannya. Ia diambil paksa dari rumah
ibunya sekitar satu tahun lalu. Ia dibawa ke sebuah tempat terisolasi
yang tak memungkinkannya berhubungan dengan dunia luar, termasuk
keluarganya. Di penampungan militer perempuan itu, ia dilatih memegang
senjata.



Saat pemberontakan anti-Khadafi pecah Februari lalu, ia dipanggil
pimpinannya yang juga seorang wanita. Ia diminta menemui seorang
komandan brigade. Dan di sana, ia diperkosa. �Aku menjerit, tapi
percuma,� katanya. �Aku bahkan dipanggil lagi dan diperkosa dua kali
oleh komandan lain.�



�Ketika aku melihatnya, aku berpikir bahwa dia tampak seperti anak
kecil. Wajahnya begitu muda, polos, benar-benar tidak bersalah,� kata
salah satu dokter di rumah sakit Tripoli, Nadia Benyounis, yang prihatin
mendengar kisah hidup Nisreen. �Dia kehilangan hidupnya.�


 

Benyounis mengatakan kehidupan Nisreen telah dirampok. Martabat,
harga diri, dan keluarganya lenyap. Ia bahkan dimanipulasi sebagai
pembunuh. �Dia diam sepanjang waktu.� kata Benyounis. �Saya perhatikan,
dia mencoba untuk tidur sepanjang waktu untuk melarikan diri dari
kenyataan ini.�



Di tengah derita itu, Nisreen mendapat kabar bahwa ibunya yang tengah
sakit kanker tengah mendapat pengobatan di Tunisia. Nisreen bahkan
sempat bicara melalui sambungan telepon. �Ibuku sangat sedih. Yang saya
inginkan saat ini hanya pulang. Aku ingin bertemu ibuku.� (Sumber)

0 komentar:

Posting Komentar

free counters